All posts by juneman@gmail.com

Tujuh Langkah Menemukan Pembimbing yang Tepat

Artikel berikut ini disadur oleh Madeline Jessica, seorang BINUSIAN asal Yogyakarta yang menyebut dirinya ‘the future psychologist’, dari Seven steps to finding the right advisor (Laura Zimmerman, PhD, 2017).

 

Keberhasilan sebagai mahasiswa pascasarjana di bidang Psikologi khususnya penelitian tergantung pada pemilihan mentor. Seperti yang diketahui pada masa perkuliahan, mentor berfungsi sebagai pengawas dan pembimbing yang menjamin mahasiswa memenuhi persyaratan kelulusan. Kemudian setelah kelulusan, mentor dapat menjadi pendamping dalam mengawasi penelitian dan penulisan, membantu mendapatkan pendanaan penelitian, memberikan umpan balik pada diskusi, dan memberikan saran karir di masa mendatang. “Mentor akan menjadi faktor besar dalam 4-6 tahun ke depan hidup Anda,” kata Ana Hernandez Kent, seorang doktor di bidang psikologi eksperimental dari Saint Louis University. Maka dari itu berikut pemaparan saran dari para ahli untuk menemukan mentor yang terbaik dan sesuai dengan Anda:

  1. Identifikasi Potensi Mentor

Mulai pencarian dengan mencocokkan minat (passion) Anda dengan kesesuaian tema penelitian terkait dari mentor, agar Anda dapat menikmati penelitian yang dipilih. Pernah memiliki hubungan yang dekat dengan dosen pembimbing sewaktu berkuliah lebih berpotensi bagi Anda untuk mencoba menjalin kerjasama kembali untuk penelitian selanjutnya. Karena pengalaman sebelumnya dapat menjalin komunikasi dengan baik, maka disarankan agar menjadikan dosen tersebut sebagai penasehat dalam penelitian.

  1. Mempertimbangkan Kualitas Kunci Mentor

Kualitas yang dimaksud ketika ingin bergabung dengan mentor, Anda perlu mempertimbangkan posisi karier mentor. Hal ini termasuk faktor peluang proyek, pendanaan, kemudian peluang publikasi, serta peluang untuk mengikuti suatu konferensi. Walaupun hal ini bukan menjadi penentu utama, namun perlu pertimbangan lebih lanjut mengenai mentor agar bersedia mendukung Anda dalam hal tersebut. Cara mengetahuinya dapat dilihat dari CV di situs resmi atau institusi, dengan melihat riwayat karya ilmiah yang pernah dipublikasikan oleh mentor.

  1. Keterjangkauan

Setelah mengidentifikasi hal diatas, selanjutnya Anda dapat mencari tahu lebih lanjut mengenai keterbukaan mentor dalam penerimaan rekan penelitian. Cara mengetahuinya dapat mengirimkan email secara pribadi atau melalui email institusi tempat mentor melakukan penelitiannya. Sebelumnya Anda perlu mencari lebih lanjut mengenai situs yang memuat informasi lebih lengkap. Kendati demikian, perlu diingat bahwa informasi tersebut mungkin belum mencakup kegiatan dan minat termutakhir dari calon mentor Anda. Jika informasi dirasa belum lengkap, Anda dapat mengirimkan email kepada sang calon mentor namun perlu memperhatikan pertanyaan yang diajukan. Selain itu lebih baik jika melampirkan surat rekomendasi dalam email tersebut yang didalamnya memuat indikasi profesionalitas Anda dalam bekerja dan menginginkan bergabung dalam penelitian tersebut.

  1. Pertemuan dengan Mentor

Ketika aplikasi yang dikirimkan telah diterima dengan baik oleh mentor atau institusi, proses selanjutnya Anda memiliki kesempatan untuk melakukan wawancara baik secara langsung maupun berbasis online dari website. Perbincangan perlu membahas beberapa kesepakatan awal karena perlu ada kolaborasi dengan mentor dalam penelitian agar terjalin kerjasama yang baik. Terutama pembicaraan mengenai lokasi yang digunakan untuk penelitian, perlu ada penyesuaian dengan mentor yang tempat kerjanya lebih banyak dihabiskan dalam laboratorium. Kemudian perlu penyesuaian pengaturan ruangan kerja dalam laboratorium agar lebih kolaboratif dengan adanya ruang bersama supaya tercipta suasana diskusi yang menyenangkan dan tidak terkotak-kotak.

  1. Mencari Kecocokan dengan Mentor

Kecocokan yang dimaksud tidak hanya didalam laboratorium tetapi juga berkaitan dengan keakraban yang terjalin diluar penelitian. Berinteraksi dengan mentor mengenai minat dan aktivitas Anda, di samping hal-hal akademik, namun perlu waspada dalam percakapan agar tetap proporsional dalam mempromosikan diri. Dari daftar riwayat Anda, bila aAnda tunjukkan bukti-buktinya, mentor dapat melihat cara Anda dalam mengatur waktu secara efisien yang dapat berdampak dalam melakukan suatu penelitian pada proyeknya.

  1. Bekerja Keras dalam penelitian

Setelah diterima tentu Anda perlu membuat mentor terkesan dengan melakukan beberapa kajian literatur dan membantu penelitian sesegera mungkin; hal ini menunjukkan bahwa Anda ingin sekali memulai bekerja. Ketika memulai masa kerja di laboratorium Anda dapat bertanya kepada rekan yang lebih senior terutama dalam berbagi saran dan ide untuk proyek penelitian. Kemudian untuk mendukung kelangsungan penelitian, Anda dapat mengkomunikasikan mengenai tujuan, harapan dan kebutuhan selama meneliti agar mentor dapat memenuhi hal tersebut.

  1. Perhatikan Hal yang Tidak Cocok dengan Mentor

Saat melakukan penelitian, terkadang ada beberapa hal yang disadari memiliki ketidakcocokan dengan mentor. Jika Anda mengalami kesulitan seperti ini maka lebih baik beralih dengan mentor lain adalah solusi yang tepat. Caranya dengan terlebih dahulu mengkomunikasikan ketidakcocokan kepada pimpinan laboratorium atau departemen. Dalam pertemuan ini Anda mungkin mendapatkan saran lain dengan transisi (switching) ke tempat lain. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus karena jika Anda tidak sepaham dengan mentor maka penelitian tidak dapat bergerak maju dan sulit untuk meneruskan penelitian selanjutnya.

Psikolog Sosial BINUS Membicarakan Internet of Things

Pada 16 Oktober 2016, psikolog sosial BINUS University, Juneman Abraham, membawakan presentasi hasil penelitiannya bersama Tommy Prayoga (alumnus terbaik Jurusan Psikologi dalam Wisuda 2016) yang berjudul “Health Capability: The Representation of IoT in Health Domain among Jakartans“, dalam The 2016 International Conference on Advanced Computer Science and Information Systems (ICACSIS), bertempat di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia.

Artikel ini terpilih dari antara 99 artikel yang diterima dari 199 artikel yang masuk. Berdasarkan informasi dari Bapak Harry Budi Santoso, Ph.D. dalam closing ceremony, rejection rate untuk seleksi paper dalam konferensi ini mencapai 50%. Oleh karena itu, beliau memuji kerja keras kami semua untuk menghasilkan penelitian yang baik. Informasi ini sudah barang tentu membesarkan hati kami.

Di samping menyajikan hasil penelitian kami, yang akan terbit dalam publikasi internasional dengan proposal indeksasi bereputasi, tidak kurang pula kami menimba ilmu dari para pembicara berkelas dunia, seperti Prof. Ramjee Prasad (Founder Director, Center for TeleInFrastruktur (CTIF), Aalborg University, Denmark), Prof. Jim Foster (Keio University, Japan), Dr. Ye-Nun Huang (Research Center for Information Technology Innovation, Academia Sinica, Taiwan), dan Assoc.Prof. Stephane Bressan (National University of Singapore, Singapore).

Partisipasi dalam ajang akademik internasional bergengsi ini kami letakkan bermakna sebagai sejumput kontribusi kami dalam menunjang Visi BINUS University 2020 untuk menjadi World Class University.

 

Juneman Abraham di Universitas Brawijaya
Juneman Abraham di Universitas Brawijaya
Juneman Abraham di Universitas Brawijaya
Juneman Abraham di Universitas Brawijaya
Juneman Abraham di iCACSIS 2016 UI-IEEE-Unibraw
Juneman Abraham di iCACSIS 2016 UI-IEEE-Unibraw
Presentasi Juneman Abraham
Presentasi Juneman Abraham
Presentasi Juneman Abraham
Presentasi Juneman Abraham
Foto Bersama Rekan-rekan dari IPB, National University of Taiwan, dan Fasilkom UI
Foto Bersama Rekan-rekan dari IPB, National University of Taiwan, dan Fasilkom UI
Suasana Auditorium Unibraw
Suasana Auditorium Unibraw
Kenang-kenangan Kaos IEEE-Fasilkom UI
Kenang-kenangan Kaos IEEE-Fasilkom UI

 

Presenter Tag
Presenter Tag

 

Psikologi Kritis yang Kita Butuhkan

Pada 15 Oktober 2016, Tommy Prayoga (alumnus terbaik Jurusan Psikologi) dan Juneman Abraham (SCC Community Psychology) berpartisipasi dalam International Seminar on Mathematics, Science and Computer Science Education di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung bertajuk “Harnessing Local Wisdom to Build Competencies of Excellence in Research and Collaboration in The New Era of The ASEAN Economic Community”.

Sebuah artikel yang ditulis oleh keduanya berjudul “Psychology Curriculum Development: Challenges from Students’ Representations on Psychological Science’s Role in Creating Social Change“. Penulisan artikel ini berangkat dari keprihatinan kami bersama terhadap situasi keterjagaan kesadaran-sosial-kritis mahasiswa-mahasiswi Psikologi pada tingkat Sarjana di Indonesia. Kami berharap artikel yang terbit nantinya dapat berkontribusi barang sedikit terhadap perubahan kurikulum yang perlu di perguruan-perguruan tinggi penyelenggara pendidikan Psikologi di Indonesia. Semoga!

Kedua Penulis di UPI Bandung
Kedua Penulis di UPI Bandung

 

Presentasi Tommy Prayoga
Presentasi Tommy Prayoga

Sertifikat Presentasi
Sertifikat Presentasi

Psikologi (Sosial) Asia?

Pada 22-23 September 2016, Juneman Abraham, SCC Community Psychology, Bina Nusantara University, berpartisipasi dalam  AASP Capacity Building bertajuk “Asian Social Psychology: Epistemology, Teaching, and Action“, di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok, dengan narasumber utama Prof. James H. Liu, Ph.D, yang merupakan Professor, Adjunct Fellow, Centre for Applied Cross-Cultural Research University of Victoria dan Head of School of Psychology, Massey University.

Oleh karena keterbatasan tempat dan untuk efektivitas kegiatan, peserta, yang merupakan dosen Psikologi Sosial, diseleksi berdasarkan (1) pengalaman penelitian yang relevan dengan topik (ditunjukkan dengan CV)(2) tulisan makalah berbahasa Inggris (350 kata) dengan topik “Why social psychology in Asian perspective is necessary?“.

Dalam Seminar & Workshop, pertama-tama, James Liu menjelaskan tentang Confucian Philosophy. Yakni Prinsip Interconnectedness & Holism. Implikasi: (1) Jangan mengkotakkan pendekatan “kuantitatif” dan “kualitatif” dalam riset; (2) Perlu kolaborasi psikolog dgn ilmuwan & praktisi disiplin lain; (3) Optimalkan modal sosial yang saling terkait; (4) Perlu keterhubungan dengan SDG (Sustainable Development Goals, konsen global). Filosofi bukan hanya untuk kegiatan akademik, tetapi untuk spirit diri sendiri, sehingga jangan disalahmengerti. Filosofi Konfusian bukan pertama-tama untuk dieksplisitkan dalam naskah riset.

Selanjutnya, James Liu menyampaikan mengenai Golden Rule: Do unto others as you would have them do untuk you” – Jesus; “What do you don’t want for yourself, don’t do to others” – Confucius. DO: (1) Use your human heartedness, (2) Find others to cultivate self, (3) Practice professionalism. DON’T: (1) Follow others without a plan; (2) Let money dictate your research; (3) Worship power.

Ketika mengupas tentang Action Research, beberapa pokok pikiran yang disampaikan, diantaranya: Konteks urgensi action research adalah maraknya social change membawa pada social problem, yang perlu dicarikan jalan keluarnya. Penelitian bukan hanya berhenti pada p < 0.05. Perlu kooperasi dengan praktisi, pemerintah (Bottom Up). Riset adalah untuk pemecahan masalah (bukan hanya basic science). PAR (Participatory Action Research) adalah sebuah siklus Planning->Action->Observation->Evaluation->Reflection (bukan Top-Down/Aplikasi teori sahaja). “Application of principles from social science to group life and decision making: LONG TERM PLAN!“. Tidak hanya berbicara tentang mengganti media perubahan sosial, tetapi ada proses kolektif.

Ketika membahas buku teks Psikologi Sosial: Menggunakan buku teks dari Western tidaklah berdosa! Namun, ada kebutuhan untuk menambah sedikitnya satu chapter tentang “Culture-oriented Psychology”. Isi buku perlu dikoneksikan dengan rujukan temuan-temuan Asian Social Psychology. Alternatif dari chapter adalah artikel jurnal.

Dalam Laboratorium Psikologi Sosial: Ada aktivitas mahasiswa untuk (1) Mengobservasi lingkungan sosial, (2) Menguji norma sosial. Ada masalah praktis setempat yang ingin diatasi, misalnya Littering Behavior. Apakah teori psikologi mainstream bekerja? Evaluasi Program berdasarkan Process dan Outcome.

Usulan perubahan silabus mata kuliah Psikologi Sosial, misalnya Pada Pertemuan Kedua (Metodologi Riset), perkenalkan Asian Epistemology postulates:Pengetahuan itu benar jika….” (Justifikasi pengetahuan berdasarkan spiritualitas? Justifikasi pengetahuan berdasarkan relasional? (termasuk hierarki?)). Ada tugas praktikal untuk re-think mengapa Western Social Psychology tidak bekerja? Ada usulan untuk jangka panjang: History of Indonesian Social Psychology. Di kalangan dosen: Proyek Pengabdian Kepada Masyarakat dijadikan masukan untuk Silabus.

Intinya: Agar kita tidak terasingkan dari mata kuliah yang kita ajarkan sendiri di kelas! “However, don’t overlook Western psychologists’ important experiences in developing their own indigenous psychologies,” and “Don’t think in terms of English or any other foreign language during the various stages of the research process“.

Berikut ini adalah beberapa gambar tentang suasana berlangsungnya Seminar & Workshop.

AASPdoc_JunemanAbraham_0768-min AASPdoc_JunemanAbraham_0800-min AASPdoc_JunemanAbraham_0816-min AASPdoc_JunemanAbraham_0819-min

AASPdoc_JunemanAbraham_0847-min AASPdoc_JunemanAbraham_0855-min AASPdoc_JunemanAbraham_0856-min AASPdoc_JunemanAbraham_0858-min AASPdoc_JunemanAbraham_0862-min

AASPdoc_JunemanAbraham_0877-min AASPdoc_JunemanAbraham_0878-min AASPdoc_JunemanAbraham_0880-min AASPdoc_JunemanAbraham_0881-min

AASPdoc_JunemanAbraham_0820-min   AASPdoc_JunemanAbraham_0833-min

 

Kepalsuan Dalam Budaya Instan

Sebuah tulisan mengenai Psikologi Budaya Instan, seperti yang saya tulis dan terbitkan, rupa-rupanya memang dibutuhkan karena kenyataan yang memarak (sebut saja, untuk mengupas kasus Dimas Kanjeng). Uniknya, sebuah artikel di surat kabar Wawasan, 13 Juli 2014, berjudul “Budaya Instan, Baik atau Buruk?” justru secara instan mengambil bagian-bagian dari artikel saya (tanpa menyebut sumbernya). Sebagai contoh, “Budaya instan juga baik ketika memiliki fungsi meningkatkan pemberdayaan diri”, “ruang dan waktu privat telah direnggut oleh budaya instan”; meskipun dalam seksi tulisan lain, “Dunia Doraemon di Sekitar Kita”, sumber disebut (untuk bahasan yang berbeda). Kritikus budaya instan kok melakukan praktik instan? Sudah permisifkah kita terhadap kepalsuan?

Dua buah artikel Opini yang identik terbit di Bali Post, 4 Oktober 2016, dan di Suluh Indonesia, 5 Oktober 2016, berjudul “Budaya Instan dan Investasi Fiktif” juga patut kita simak. Untuk diketahui, tulisan dalam Suluh Indonesia dimuat juga secara sinergis dengan Kelompok Media Bali Post.

Sumber Artikel Surat Kabar.

Agar Tidak Salah Pilih Jurusan? Tips Dosen Psikologi BINUS University

Pada Sabtu, 17 September 2016, Juneman Abraham memberikan penyuluhan kepada orangtua siswa-siswi SMA Bunda Hati Kudus, di kawasan Grogol, Jakarta Barat. Tema yang diangkat adalah “Komunikasi efektif orangtua & anak dalam pendampingan pemilihan jurusan & universitas”.

Outline yang Juneman sampaikan adalah sebagai berikut:

  • Tentang Anak (“Anakmu bukan milikmu“, Khalil Gibran)
  • Fenomena Salah Pilih Jurusan (Curhat anak di media sosial, tragis dan mahalnya salah pilih jurusan; Tanda Salah Pilih Jurusan; Rilis hasil survei 33% penyesalan mahasiswa atas pilihan jurusannya; sebabnya: informasi yang samar-samar dan/atau menyesatkan)
  • Komunikasi Efektif (Memanfaatkan Jendela Johari; bernegosiasi dengan eviden)
  • Informasi tentang Disiplin Ilmu (Menguliti: Apa ciri khasnya, bagaimana hubungannya dengan disiplin ilmu lain, apa saja ilmu-ilmu “serupa” dalam satu rumpun, prospek karier dan kerjasama praktiknya)
  • Informasi tentang Bentuk Pendidikan Tinggi (Akademi, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, Universitas; apa bedanya?)
  • Jalan “Mudah” memilih Jurusan/Program Studi (bergantung pada salah satu ukuran: cool, trendy, patuh otoritas, income, setiakawan, double major/jurusan ganda, dipilihkan oleh kuis)
  • Jalan yang “Sedikit Tidak Mudah” (refleksi nilai, keterampilan, kinerja tes, minat, bakat, kepribadian, pertimbangan jenjang pascasarjana; proses matching sampai dengan mengecek kenyataan)
  • Apa itu Universitas Kelas Dunia? (World Class University) – QS, Webometrics, 4ICU, Dikti, dan metodologinya. Mana yang lebih penting: Kinerja universitas atau kinerja program studi?

Pembaca yang ingin memperoleh paparan lengkap, undangan dapat disampaikan melalui kontak LinkedIn Juneman Abraham.

 

Suasana Seminar tentang Memilih Jurusan yang Tepat
Suasana Seminar tentang Memilih Jurusan yang Tepat

 

Program Pengabdian Kepada Masyarakat, kali ini Komunitas Sekolah Bunda Hati Kudus
Program Pengabdian Kepada Masyarakat, kali ini Komunitas Sekolah Bunda Hati Kudus

 

Juneman Abraham: Mengantisipasi Salah Pilih Jurusan saat Kuliah
Juneman Abraham: Mengantisipasi Salah Pilih Jurusan saat Kuliah

 

Orangtua Siswa SMA Bunda Hati Kudus menyimak paparan Dosen Jurusan Psikologi Sosial BINUS University, Juneman Abraham
Orangtua Siswa SMA Bunda Hati Kudus menyimak paparan Dosen Jurusan Psikologi Sosial BINUS University, Juneman Abraham

Psikologi Korupsi

Ihwal apakah, tepatnya, yang dimuat dalam studi psikologi korupsi?

Mengapa tidak mulai dengan pengalaman keseharian? Ialah pengalaman yang membentuk wajah publik dari tindakan kita.

Ketika pengalaman koruptif sehari-hari belum disadari (ironiknya, sambil mengaku anti-korupsi, lagi lantang menunjuk orang lain sebagai koruptor), kita tidak akan pernah mencapai suatu riset psikologi korupsi yang punya kekuatan untuk mencegahnya.

Mari saling mengasah titik dan dinamika persis studi psikologi korupsi!

Mengakses laman ini dapat juga melalui:  bit.ly/psikorupsi

Updated: May 2023

Profil Riset Psikologi Korupsi dalam bahasa Indonesia
Psikoedukasi Antikorupsi di ITJEN Kementerian Keuangan RI
Kegiatan di Komisi Pemberantasan Korupsi RI
Wawancara di BINUS TV
  • … (more coming)

Saya sebagai salah seorang narasumber, bersama teman-teman pegiat anti-korupsi.

Pencatatan Ciptaan Gim Korupsi (Corruption Game

oleh Juneman Abraham

Reviewer Jurnal Integritas Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).

Infografis Riset Psikologi Korupsi atas inisiatif Gerakan Jadi Gini, dibuat berdasarkan artikel ilmiah riset Juneman Abraham dkk di atas.

Sumber: http://www.gettyimages.co.uk/detail/news-photo/afrizal-malna-schriftsteller-aktivist-indonesien-news-photo/549677871

Memberikan Karakter Pada Sebuah Buku

Penyair, yang juga orang yang berkenan menulis Epilog untuk buku saya, Afrizal Malna, menolak untuk menerima Hadiah Achmad Bakrie 2016.

Dengan ini, saya boleh berbesar hati, setidaknya bahwa ada sosok yang memiliki karakter—yang tidak mau “disetir” oleh kepentingan-kepentingan yang sesungguhnya ingin merebut (kalau tidak merampas) diri dan karyanya (dari dirinya sendiri!)—yang menjadi bagian penting dari buku saya.

Sudah saatnya halaman-halaman Prolog, Epilog, dan Endorsement dari sebuah buku tidak menggantungkan diri pada sosok-sosok yang memiliki gelar/pangkat akademik, kedudukan politik/ekonomik, atau popularitas/selebritas yang seringkali temporal dan oportunistik, melainkan memberikan tempat terhormat bagi sosok yang berkarakter.

Niscaya, buku-buku kita akan menjadi teramat sangat hidup!

Melihat Diri Kita Sendiri di Era Digital

Harriet Purkis dari Department of Hospitality and Tourism Management, Ulster University, Coleraine, UK mengutip penelitian Sharron dan Juneman Abraham (2015)
Harriet Purkis dari Department of Hospitality and Tourism Management, Ulster University, Coleraine, UK mengutip hasil penelitian Sharron dan Juneman Abraham (2015)

Berbagai ungkapan universal tentang pentingnya manusia belajar dari sejarah telah sering kita dengar. Kita yang mengamini sekaligus pula menginginkan agar tidak hanya kita dan orang-orang terdekat kita, melainkan juga warga pada umumnya, semakin terlibat dalam membangun dan membangun ulang “bekuan waktu” yang termuat dalam cultural heritage. Kita percaya bahwa banyak kebijaksanaan hidup lahir sejak kita mengerti pangkal asal-usul kita. Hidup menjadi lebih mudah dan indah dengan berbagai warna kebijaksanaan itu.

Bagaimanapun jua, di samping mengandung ingatan, warisan sosial dan kultural juga mengundang berbagai tafsir, bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Cara kita melihat diri sendiri pun mengalami evolusi dan jarang pernah sama. Selain peminat  sejarah, studi sosio/psikohistori, dan kurator, tampaknya merupakan tantangan tersendiri untuk sadar dan menjadi aktif berpartisipasi dalam pengalaman bersama warisan sosiokultural kita sendiri. Untuk itu, berbagai studi yang berupaya menyelidiki pemungkin, pemantik, pelestari, dan peningkat partisipasi warga ini berperan sangat sentral.

Dibutuhkan studi-studi terdepan yang mampu menjawab “kebutuhan” warga di era digital untuk mencari dirinya, dan menikmati pencarian itu, via situs-situs warisan kultural pada media daring (online media). Semoga sinergi virtual antara Sharron & Abraham (2015) dan Purkis (2016) dalam penyelidikan tersebut mampu memberikan khasanah ilmiah yang mencerahkan dalam hal ini.