Menjelang Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) / Hari Kesehatan Mental Sedunia (HKMS) / World Mental Health Day (WMHD) 2020, pada 10 Oktober 2020 mendatang, yang mengambil tema “Mental Health for All: Greater Investment – Greater Access“ (Kesehatan Jiwa untuk Semua, Investasi Lebih Besar – Akses Lebih Luas), saya kembali mengingat sejumlah passions yang saya tuangkan untuk isu-isu kesehatan jiwa, sejak menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi, seperti:
- Menjadi Panitia Kegiatan Kuliah Umum Kesehatan Jiwa (2007).
- Menulis Di Mana Kita di Hari Kesehatan Jiwa Sedunia? (2014)
- Menjadi Anggota Tim Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) untuk Layanan Sehat Jiwa / SEJIWA 119 ext. 8 (2020)
- Menyusun alat ukur (pengukuran) Kesehatan Jiwa berbahasa Indonesia pada masyarakat perkotaan (2012).
- Mengadvokasi Rancangan Undang Undang (RUU) Praktik/Profesi Psikologi.
- Menyunting Jurnal Ilmiah di bidang Kesehatan Jiwa (The Indonesian Journal of Mental Health), yakni ATARAXIS (2007).
- Berbicara tentang Schizophrenia Tahap Awal, dalam agenda Seminar Awam dari Sanatorium Dharmawangsa (2005).
- Berbicara pada Simposium Himpunan Jiwa Sehat Indonesia (HJSI), bertajuk Upaya Penyembuhan Gangguan Mental (Skizofrenia) Melalui Terapi Kognitif dan Terapi Keluarga (2005).
- Menjadi Narasumber dalam Kegiatan Seminar Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI (2012).
- Menjadi Ahli Sosial Psikologis dalam rangka Penyusunan Pedoman Sosial Psikologis di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2009).
- Menyadur tentang psikologi bencana, bertajuk Psikologi Pelayanan Penyintas Bencana.
Isu-isu Kesehatan Jiwa memang senantiasa menarik bagi saya untuk diperjuangkan bersama, dan menurut hemat saya, kita perlu menemukan bentuk-bentuk layanan yang jauh lebih adaptif mengenai Kesehatan Mental sesuai dengan perkembangan Pandemi dan Revolusi Industri 4.0.