Berbagai ungkapan universal tentang pentingnya manusia belajar dari sejarah telah sering kita dengar. Kita yang mengamini sekaligus pula menginginkan agar tidak hanya kita dan orang-orang terdekat kita, melainkan juga warga pada umumnya, semakin terlibat dalam membangun dan membangun ulang “bekuan waktu” yang termuat dalam cultural heritage. Kita percaya bahwa banyak kebijaksanaan hidup lahir sejak kita mengerti pangkal asal-usul kita. Hidup menjadi lebih mudah dan indah dengan berbagai warna kebijaksanaan itu.
Bagaimanapun jua, di samping mengandung ingatan, warisan sosial dan kultural juga mengundang berbagai tafsir, bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Cara kita melihat diri sendiri pun mengalami evolusi dan jarang pernah sama. Selain peminat sejarah, studi sosio/psikohistori, dan kurator, tampaknya merupakan tantangan tersendiri untuk sadar dan menjadi aktif berpartisipasi dalam pengalaman bersama warisan sosiokultural kita sendiri. Untuk itu, berbagai studi yang berupaya menyelidiki pemungkin, pemantik, pelestari, dan peningkat partisipasi warga ini berperan sangat sentral.
Dibutuhkan studi-studi terdepan yang mampu menjawab “kebutuhan” warga di era digital untuk mencari dirinya, dan menikmati pencarian itu, via situs-situs warisan kultural pada media daring (online media). Semoga sinergi virtual antara Sharron & Abraham (2015) dan Purkis (2016) dalam penyelidikan tersebut mampu memberikan khasanah ilmiah yang mencerahkan dalam hal ini.